
Tak cukup sekadar memberikan penegasan, bupati yang dipilih dari jalur independen itu juga mengancam para PNS yang tidak mengindahkan peraturan baru tersebut (Serambi, 12/5). Karena itu, tidak aneh Serambi Indonesia memuat berita tersebut di halaman depan. Padahal, sulit sekali berita seremonial apalagi sekadar pidato masuk pada halaman depan koran. Tentu saja karena statemen tersebut “lawak” (baca:lucu bin aneh).
Lebih lawak lagi pernyataan itu sangat tidak masuk akal. Anak kecil pun tahu bahwa kita hidup di Indonesia, bukan Iran. Nenek-nenek pun, jika ia muslim, sangat paham bahwa memelihara jenggot adalah sunnah Rasul Saw. Pertanyaan yang mesti dijawab oleh Husin adalah “Apakah jenggot hanya disunnahkan bagi orang-orang di negara Iran?” Apa istimewanya Iran dibanding negara-negara lain di dunia ini? Apakah karena Syiah-nya yang `dimusuhi’ oleh Sunni? Padahal, Syiah sendiri tidak lebih mengistimewakan jenggot daripada muslim lainnya. Bagaimana pula dengan Arab, Irak, Afganistan, Palestina, Mesir, Brunei Darussalam, dan negara-negara Islam lainnya, apakah ketentuan sunnah memelihara jenggot tidak berlaku bagi negara-negara itu? Setahu kami, hanya dalam budaya Yahudi saja yang kurang menghargai jenggot tinimbang kumis.
Pertanyaan berikutnya apakah Indonesia, terlebih lagi Aceh, perlu mengadopsi sistem nilai yang membudaya di masyarakat Yahudi? Kalau aturan itu merujuk ke tanah Zionis, sekalian saja diwajibkan memelihara kumis. Lantas, apakah jenggot yang secara biologis adalah anugerah Tuhan hanya diperuntukkan atas dasar negara dan warga negara tertentu. Cukupkah alasan Husin mengeluarkan pernyataan bahwa jenggot hanya bagi Iran semata? Jika demikian maksud dia, sia-sia dan naif sekali Tuhan yang telah menciptakan jenggot bagi sebagian hamba-Nya.
Beberapa Riwayat
Jika kita mau membuka kembali beberapa riwayat, sangat banyak hadis yang menyebutkan bahwa memelihara jenggot adalah sunnah Rasul. Bahkan, dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa jenggot Nabi Saw. panjang hingga menutupi dadanya. Muslim meriwayatkan soal jenggot hingga beberapa, dua di antaranya adalah “Cukurlah kumis dan panjangkanlah jenggot, berbedalah dengan orang-orang majusi” dan “Sepuluh perkara termasuk fitrah yaitu: mencukur kumis, memelihara jenggot, memakai siwak, memasukkan air ke dalam hidung ketika wudhuk, memotong kuku, .”.
Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Nabi pernah bertemu dengan seorang sahabat. Nabi tersenyum memandang ke arah jenggot sahabat tersebut. Sahabat itu berpikiran bahwa nabi sedang menertawakan dirinya, sehingga sang sahabat kemudian mencukur jenggotnya. Hari berikutnya tatkala Nabi bertemu dengan sahabat tersebut, nabi tidak lagi tersenyum. Alasan nabi tersenyum karena beliau melihat malaikat bergantung di jenggot sang sahabat.
Sekali lagi, sangat banyak hadis yang meriwayatkan anjuran memelihara jenggot sehingga sangat sulit memastikan apakah jenggot itu sekadar budaya Arab atau sunnah Nabi Saw. Kalaupun ada alasan agar rapi, dianjurkan jenggot untuk digunting, bukan dicukur. Oleh karena itu, sangat lucu Husin yang sering mengenakan kupiah justru menegaskan bahwa jenggot hanya milik Iran. Kami tidak habis pikir, apakah karena pada dirinya tidak memiliki potensi berjenggot sehingga orang lain pun “haram” berjenggot, atau sedang `kambuh’ hasrat melucunya. Yang jelas, statemennya kemarin cukup membuat perut orang terkocok. That lawak.
Kelucuan Husin bukan kali ini saja. Dalam Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) V lalu dia sempat melucu dengan membuka baju di hadapan orang banyak. Namun, pernyataan kali ini lebih konyol tinimbang insiden PKA itu, yang membuat orang semakin tak kuat menahan tawa. Apakah ini bagian dari trik mencari sensasi publik? Jika tujuannya sekadar popularitas, barangkali pemeo Arab yang menyebutkan “Bawl `ala zamzam, fatu’raf” lebih cocok dipedomaninya. Kami khawatir, suatu saat ia bakal mengeluarkan statemen baru yang lebih lawak.
Melihat pola pikir Husin, kami yakin masyarakat awam pun akan terkejut. Kami tidak tahu apakah Husin sudah menimbang sebelum ia mengeluarkan pernyataan tersebut, sebab secara medis saja, jenggot sangat bermanfaat. Dalam ilmu kesehatan disebutkan bahwa jenggot terbukti sebagai pelindung amandel dari strok matahari. Mencukurnya, bisa membahayakan kulit.
Sebagai pengetahuan bagi Husin yang lulusan salah satu perguruan tinggi di Banda Aceh, berikut kami sebutkan beberapa pernyataan ulama besar terkait jenggot yang tumbuh secara fitrah di dagu sebagian lelaki. (1) Sebagian ulama menyatakan makruh memotong jenggot, sebagian lagi membolehkan (lihat: Ibn ‘Abd al-Barr, al-Tamhîd, juz 24, hlm. 145); (2) Hukum mencukur, memotong, dan membakar jenggot adalah makruh. Sedangkan memangkas kelebihan dan merapikannya adalah perbuatan yang baik, dan membiarkannya panjang (tidak rapi) selama satu bulan adalah makruh, seperti makruhnya memotong dan mengguntingnya (Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 3, hlm. 151). (3) Malah, ulama sekaliber Bin Baz (Abdul Aziz ibn Abdillah ibn Baz) mengharamkan mencukur jenggot (lihat Maktabah Syamilah).
Terakhir, kami hanya dapat menyampaikan duka cita atas kebijakan Husin, sebagai bupati yang dipilih langsung oleh rakyat. Ternyata, daripada memikirkan pembangunan Aceh Selatan yang tidak maju-maju itu, malah dia lebih suka membicarakan soal yang tak patut sekali jadi pembicaraan. Semoga nanti ada statemen dari sang bupati yang lebih lawak, semisal dilarang menggunakan boh musabah karena itu tradisi Arab, atau semua yang jantan, termasuk kambing, dilarang berjenggot. That lawak, Han ék takhém (Lucu Sekali, Sampai Tak Sanggup Tertawa).