bee
VIVAnews - Bagi sepuluh pemimpin Amerika Serikat (AS) yang pernah menghuni Gedung Putih--termasuk presiden saat ini, Barack Obama--Helen Thomas adalah nama seorang wartawati yang ceplas-ceplos dan berani bertanya secara kritis. Namun, setelah sekitar 50 tahun menjadi koresponden di Gedung Putih, Thomas mendadak pensiun.

Wartawati yang telah berusia 89 tahun itu mengumumkan pengunduran diri sebagai koresponden Hearst News Service di Gedung Putih, Senin, 7 Juni 2010. Pengunduran diri itu menyusul berbagai kritik atas komentar pedas Thomas terhadap Israel, yang ternyata menyinggung perasaan orang-orang Yahudi.

"Bilang kepada mereka agar pergi dari Palestina. Ingat, rakyat di negeri itu dijajah dan itu adalah tanah mereka," kata Thomas dalam rekaman video yang ditayangkan laman Breitbart.tv. Peristiwa itu terjadi pada 27 Mei 2010 dalam suatu acara komunitas Yahudi di luar Gedung Putih.

Menurut laman harian Huffington Post, Thomas melontarkan pernyataan kontroversial itu ketika dimintai pendapat oleh seorang rabi. Saat ditanya lagi ke mana orang-orang Israel harus pergi, Thomas dengan enteng menjawab, "Mereka harus kembali ke tempat asal mereka, ke Polandia, Jerman... Amerika, atau tempat-tempat lain."

Belakangan, wartawati keturunan Lebanon itu menyatakan menyesal sekaligus meminta maaf atas komentarnya mengenai Israel dan Palestina itu.

Namun, apa lacur, komentar Thomas terlanjur menuai badai kritik dari banyak pihak, termasuk dari Gedung Putih. Menurut kantor berita Associated Press, juru bicara Gedung Putih, Robert Gibbs, menyebut komentar Thomas sebagai sebuah penghinaan. Bahkan, rekan-rekannya sesama wartawan Gedung Putih menyatakan komentar-komentar Thomas itu tak patut dilontarkan.

Komentar pedas Thomas soal Israel segera menyebar di internet. Pihak-pihak yang tersinggung membatalkan kontrak sejumlah proyek yang melibatkan Thomas. Buntutnya, dia disebut-sebut sampai harus mengundurkan diri sebagai kolumnis Hearst News Service.

Tak jelas, apakah pengunduran diri itu lantas membuat Thomas tidak lagi meliput Gedung Putih atau bisa kembali berkiprah di media yang berbeda. Pasalnya, Thomas jelas sudah terlalu uzur memulai karir baru.

Kendati demikian, Gedung Putih telah menjadi bagian tak terpisahkan dari karir Thomas. Namanya bahkan sudah tercetak permanen di bawah bangku yang biasa dia duduki di ruang pers di kantor kepresidenan AS itu.

Sebelum pensiun, Thomas terbilang sebagai wartawati paling senior di Gedung Putih. Dia sudah meliput kegiatan kepresidenan AS sejak masa mendiang Dwight Eisenhower di penghujung dekade 1950-an.

Thomas, yang selalu duduk di kursi terdepan saat konperensi pers dan kerap melontarkan pertanyaan yang membuat gusar pemimpin AS, bergabung dengan United Press International (UPI) pada 1943 dan mulai meliput di Gedung Putih pada 1960.

Berkat sifatnya yang gigih dan sering mengajukan pertanyaan yang kritis, Thomas disebut sebagai "anjing buldog" UPI. Melalui persaingan ketat, dia menjadi perempuan pertama yang menjadi ketua biro Gedung Putih untuk UPI pada 1974.

Selain menjadi perempuan perintis di bidang jurnalistik, Thomas juga masuk dalam jajaran pengurus National Press Club, yang pernah melarang perempuan menjadi anggota. Thomas bergabung dengan Hearst tahun 2000. "Helen seperti vacuum cleaner informasi," kata penulis Kay Mills, yang menulis buku "A Place in the News: From the Women's Pages to the Front Page."

"Dia selalu memastikan sudah memliki semua informasi," kata Mills. "Katakanlah dia meliput Jackie Kennedy dan pesta ulang tahun salah seorang anaknya. Saya beri tahu, dia punya tiap informasi yang dibutuhkan."

Selama ini, putri imigran Libanon ini tidak menyembunyikan pandangannya yang pro-Arab. Selama George W. Bush menjabat presiden, hampir semua pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Thomas selalu menyangkut perang Irak.
0 Responses